Sekolah apa sih pah..yang pake tendangan dan pukulan ....
Kekerasan yang berujung pada kematian siswa didik masih saja terjadi di dunia pendidikan di Indonesia, Kampus yang seharusnya menjadi tempat menggali ilmu, interaksi sosial budaya dan ilmiah menjadi ladang pembantaian dengan kedok ”pembinaan” siswa dengan dalih mendisiplinkan dan mentaati peraturan lembaga.
Pengajaran dan pendidikan dengan tendangan, pukulan, dan segala bentuk kekerasan fisik terhadap siswa yang dilakukan oleh sebagian siswa dan pendidik (oknum) atas nama pembinaan adalah penistaan terhadap harkat dan martabat manusia, dan merupakan cara-cara yang menjijikan yang tidak pantas untuk diterapkan dimanapun di dunia ini. Siswa akan meniru apa yang diajarkan oleh pendidik, bila yang diajarkan kekerasan maka output yang dihasilkan pun akan sama. Bagaimana menghasilkan anak didik yang baik dan berkualitas secara intelektual dan moral bila dalam menjalani masa pendidikan, siswa telah akrab dengan kekejaman dan kekejian terhadap manusia yang lain?
Untuk mendidik siswa agar memiliki ketangguhan dan kecakapan dalam menghadapi dan memecahkan persoalan tidak dapat dibentuk dengan pukulan dan tendangan, tapi dengan metode pengajaran yang menggunakan akal sehat dan cara berpikir ilmiah serta kasih sayang sebagai seorang manusia. Dunia pendidikan adalah dunia belajar, dunia yang menjadi impian semua anak, dunia untuk menggapai cita-cita, hendaknya ada dalam suasana yang baik, damai, diisi dengan kegiatan ilmiah, penuh canda tawa yang memang masih diperlukan di usia didik, bukan dengan menerapkan displin kaku dan berbau militeristik, karena hanya melahirkan manusia-manusia batu.
Diperlukan kesabaran, pengorbanan dan ketulusan luar biasa untuk menjadi seorang pendidik, karena akan berhadapan dengan bermacam-macam karakter, tingkat kecakapan dan kepandaian, latar belakang sosial budaya dan ekonomi yang berbeda dari para siswa, yakinlah Tuhan akan membalas kemurahan para pendidik dalam membimbing dan mengantar siswanya menyongsong masa depan. Bila masih orang ada yang beranggapan bahwa sistem ”pembinaan” masih diperlukan dalam konsep pendidikan, sebaiknya meninggalkan dunia pendidikan di Indonesia, agar ada ruang bagi para orang tua memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi anak-anaknya dalam menikmati pendidikan tanpa harus dibayangi kematian.
Pendidikan apapun bungkus lembaganya harus jauh dari kekerasan, sangat menyedihkan di jaman modern, masih saja dilakukan cara-cara tidak manusiawi yang mengakibatkan meninggalnya siswa didik. Mendidik dalam pandangan sebagian orang disebut ”pembinaan” atau juga dalam bentuk lain seperti orientasi (ospek) yang berujung kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan yang lain, sama seperti (maaf) penjahat yang melakukan tindakan kriminal ada kecenderungan mengulangi perbuatannya dan jika ada penyataan bahwa kejadian tersebut dalam kategori ”kecolongan” sangat sulit disandingkan dengan fakta yang ada, karena pada kenyataannya terjadi berulang-ulang.
Ada kebiasaan di negeri ini dalam menanggapi kekerasaan yang terjadi yang kebanyakan menyebabkan jatuhnya korban jiwa, selalu dikatakan sebagai ekses, sehingga menciptakan kondisi di masyarakat bahwa kekerasan tersebut seolah-olah adalah sesuatu yang biasa dan bukan sebagai suatu kejahatan sehingga akhirnya tidak ada efek jera dan memunculkan pelaku-pelaku lainnya, karena tidak rasa bersalah dan hukuman yang sepadan.
Para siswa dan lingkungan lembaga pendidikan dimana pun hendaknya dilandasi dan dibangun atas dasar persamaan derajat bahwa ”Semua siswa sama derajatnya dan memiliki kesempatan yang sama untuk maju dan menimba ilmu” tidak ada senior dan yunior, semua sama!!! yang pandai sudah selayaknya membantu yang lemah, disinilah nilai humanisme seorang manusia, bukan dibentuk seperti robot tanpa jiwa.
Pemimpin yang dilahirkan oleh konsep kekerasan akan memanen buah yang sama, karena sudah menjadi hukum alam ”buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Apalah gunanya kita berkarir cemerlang, jika kita pernah membunuh.
No comments:
Post a Comment